Selasa, 14 Juli 2009

RESENSI

Menggantikan Peran Negara

Judul : SOKOLA RIMBA

Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba

Penulis : Butet Manurung

Penerbit : INSISTPress

Jumlah halaman : (xvi + 250) halaman

Cetakan : Keempat , Oktober 2008

Peresensi : Ahmad Romi Royadi

Pendidikan merupakan salah satu kewajiban negara sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 28C ayat 1 bahwa : setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,... sehingga negara bertanggung jawab memenuhi hak warga negaranya terhadap pelayanan pendidikan di manapun dia berada. Namun dalam kenyataanya, banyak wilayah di Indonesia yang belum tersentuh oleh akses pendidikan, khususnya di lingkungan orang rimba seperti di kawasan taman nasional Bukit Duabelas. Banyak hal yang melatarbelakangi kondisi ini, baik faktor internal maupun eksternal. Dari faktor internal, kondisi sosial budaya orang rimba sendiri memang sulit dimasuki budaya luar. Kemudian dari faktor eksternal, tangan negara seolah tak sampai menjangkau masyarakat rimba di kawasan taman nasional Bukit Duabelas, entah karena apa. Fakta-fakta tersebutlah yang melatarbelakangi Butet Manurung memberikan pendidikan bagi orang rimba.

Tak seperti seorang sarjana pada umumnya, Butet Manurung seorang sarjana antropologi dan sastra Indonesia UNPAD, setelah menyelesaikan masa studynya memutuskan untuk masuk rimba. Dengan latar belakang sebagai mahasiswa pecinta alam saat masih di kampus, Butet mengambil keputusan untuk masuk rimba demi memberikan pendidikan kepada orang rimba. Harapannya tidak muluk-muluk, hanya ingin memberikan pelajaran membaca dan berhitung sehingga mereka mampu untuk memperjuangkan hak-haknya.

Butet mengawali perjalanannya ke rimba pada tahun 1999 dengan bergabung sebagai fasilitator pendidikan dalam Komunitas Konservasi Indonesia WARSI (KKI WARSI). Dengan bergabung dengan WARSI, Butet memperoleh akses masuk ke hutan di kawasan bukit Duabelas, berinteraksi dengan berbagai kelompok orang rimba yang letaknya harus ditempuh dengan berjam-jam jalan kaki. Dengan posisi sebagai fasilitator pendidikan orang rimba, Butet mengajarkan kepada anak rimba membaca, menulis dan berhitung. Proses pendidikan pun tidak seperti yang umumnya terjadi pada sekolah di luar rimba namun harus disesuaikan dengan kondisi budaya orang rimba seperti ketika proses belajar tiba-tiba berhenti karena ada tupai jatuh dari pohon sehingga secara spontan para anak orang rimba berlari mengejar tupai itu, ataupun berkaitan dengan kondisi Sokola Rimba yang secara fisik nampak seperti gubuk bukan sekolah.

SOKOLA RIMBA, sebuah buku yang didasarkan pada catatan harian Butet ini seakan menarik kita ke dalam rimba dengan berbagai kondisi yang menghalanginya di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas,seperti risiko terserang penyakit, digigit pacet, tersesat di tengah rimba maupun ditolak oleh komunitas masyarakat rimba setempat.. Namun hal itu tidak menghalangi niat Butet untuk terus memperjuangkan cita-citanya. Dari keberhasilan mendirikan Sokola Rimba di Riau telah menginspirasi Butet dan rekan-rekannya untuk mendirikan SOKOLA yang serupa atau sekolah-sekolah alternatif lain untuk beberapa suku terbelakang yang tersebar di berbagai daerah, seperti Makassar , Flores Timur, dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Dalam hal ini, kita hendaknya belajar memandang persoalan sesuai konteksnya bukan melulu dari sudut pandang kita. Seperti orang rimba, mereka selalu merasa tertikam dan tersakiti benaknya ketika menerima bantuan. Kelihatannya bantuan itu heroik tetapi bagi orang rimba hal itu sama saja seperti menerima ejekan; mereka merasa diejek ketelanjangannya ketika menerima bantuan pakaian, mereka pun merasa dianggap miskin dan pimitif ketika menerima bantuan rumah. Seolah-olah orang rimba akan sakit dan merasa kedinginan, sakit gara-gara tidak memakai baju dan tinggal di dalam rumah dengan empat dinding. Padahal rumah yang nyaman bagi orang rimba adalah ketika tidur terhembus semilir angin yang membelai-belai wajah serta gemersik dedaunan yang menjadi lagu merdu pengantar tidur. Rumah itu adalah hutannnya, tempat segalanya bagi orang rimba. Jadi, ayo cobalah berpikir seperti mereka!. Ungkap Butet.(***)

3 komentar:

  1. izin melansirkan ke: http://blog.insist.or.id/insistpress/archives/635

    BalasHapus
  2. ikut melansirkan rehal buku ke: http://blog.insist.or.id/insistpress/arsip/17356

    BalasHapus
  3. Terimakasih telah mengulas buku terbitan INSISTPress. Rehal buku dilansirkan ulang ke: insistpress.com/katalog/sokola-rimba-pengalaman-belajar-bersama-orang-rimba/

    BalasHapus