Rabu, 25 Maret 2009

MAHASISWA SEBAGAI GERAKAN MORAL

Mahasiswa merupakan elemen terpenting dari sebuah negara. Mahasiswa yang mengawal jalannya pemerintahan dalam sebuah negara. Mahasiswa merupakan kekuatan ekstra parlementer yang vital. Peran mahasiswa yang sangat penting ini sangat jelas dalam konteks sejarah nasional Indonesia.

Berbicara tentang Indonesia. Perjalanan panjang negeri ini ditentukan oleh dinamika pergerakan mahasiswa. Kita semua tahu, Indonesia merdeka bukan karena kekuatan tempurnya. Bukan karena hebatnya taktik perang gerilya. Tapi karena peranan mahasiswa. Sebelum pendidikan menyentuh lapisan masyarakat Indonesia, perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan hanya didasarkan pada aspek kewilayahan. Setiap daerah berperang sendiri.. Tidak ada nasionalisme. Perjuangan secara parsial ini tidak dapat membebaskan Indonesia dari penjajahan.

Perjuangan indonesia dalam mencapai kemerdekaan bermula dari kaum terdidik (baca; mahasiswa). Sumpah Pemuda yang dideklarasikan oleh para pemuda menjadi bukti yang tidak terbantahkan. Nasionalisme mulai muncul.

Pada fase kedua, peran mahasiswa semakin vital. Proklamasi kemerdekaan dapat dikatakan salah satu contohnya. Penculikan terhadap Soekarno-Hatta, yang dikenal dengan sebutan Peristiwa Rengasdengklok, menjadi bukti. Kembali sejarah mencatat eksistensi mahasiswa Indonesia. Munculnya angkatan ‘45

Fase ketiga (angkatan ’66), kembali memunculkan peranan mahasiswa dalam pentas politik Indonesia. Pengkhianatan Soekarno terhadap Pancasila menjadi pemicu. Partai Komunisme Indonesia (PKI) bisa menjadi partai terbesar di Indonesia saat itu. Tetapi mahasiswa lah yang menentukan. Kita tentu mengenal Soe Hoek Gie dan Ahmad Wahib. Dua sosok pemikir yang melampaui zamannya. Aktor intelektual dibalik tumbangnya rezim orde lama. Lambang supremasi demokrasi terpimpin.

Munculnya rezim orde baru yang menggunakan Pancasila sebagai tameng untuk melegitimasi suatu sistem pemerintahan yang diktator, kembali membangkitkan ‘amarah’ mahasiswa. Peristiwa ’98 menjadi antiklimaks.

Pergerakan Mahasiswa=Gerakan Moral

Pergerakan Mahasiswa pada dasarnya adalah suatu gerakan moral yang benar-benar harus didasari pada semangat kebangsaan dan semangat keadilan yang harus tetap dijaga idealismenya berdasarkan pola pemikirannya sendiri bukan berdasarkan bujukan atau ideologi atas suatu partai tertentu. Hal ini didasarkan pada prinsip gerakan moral dalam pilar-pilar demokrasi..

Menurut Hariman Siregar sebagai gerakan moral, gerakan mahasiswa tidak bicara ideologi. Tidak memakai cara-cara kekerasan. Gerakan moral mewakili perasaan, yakni perasaan orang banyak. Dengan begitu ia tidak punya kepentingan (politik), sekaligus ia menolak dimanfaatkan pihak luar yang mempunyai kepentingan politik. Sebagai gerakan moral, biasanya mahasiswa bicara tentang ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekuasaan yang korup, dan hal-hal yang bersikap umum. Gerakan moral adalah gerakan yang bersikap spontan "tanpa pemimpin" dan tidak mengenal hierarki.

.Isu-isu yang ditawarkan dalam gerakan ini biasanya mendapatkan dukungan yang luas masyarakat karena isu tersebut dapat menyatukan kepentingan masyarakat. Gerakan moral ini dapat pula disebut gerakan sosial yang selalu memperjuangkan penegakan HAM, pemberdayaan hukum, pemerintahan yang bersih, pemberantasan KKN, kesejahteraan kaum lemah, dan lain-lain.

Hal ini terbukti dari sejarah panjang pergerakan mahasiswa. Pada masa pra kemerdekaan, mahasiswa menjadi pelopor aksi yang didasari semangat nasionalisme. Munculnya Sumpah Pemuda. Rakyat Indonesia menginginkan kemerdekaan. Mahasiswa mengerti. Mahasiswa bergerak. Kemerdekaan terwujud dalam bentuk rezim orde lama. Perlu dicatat, walaupun ada pihak yang menyatakan aksi mahasiswa kala itu ditunggangi oleh kelompok pro kapitalisme dan imperialisme, tetapi aksi mahasiswa didasarkan hanya pada rasa patriotisme dan nasionalisme yang tinggi. Terlepas dari adanya ‘pesanan politik’, aksi mahasiswa muncul sebagai gerakan moral.

Penyimpangan terhadap implementasi Pancasila kembali memunculkan gerakan moral mahasiswa. Penggulingan rezim orde baru merupakan kristalisasi keinginan masyarakat Indonesia melalui gerakan mahasiswa. Siapa yang menjalankan roda pemerintahan bukan lagi menjadi tugas penting bagi mahasiswa. Ciri penting dari gerakan moral. Gerakan mahasiswa.

Mahasiswa Masa Kini

Memang setiap manusia mempunyai hak melakukan gerakan politik, begitu pula dengan mahasiswa. Memang pada dasarnya gerakan yang diusung mahasiswa tidak senantiasa identik dengan perjuangan politik, tetapi terkadang dapat juga menimbulkan implikasi politik, mengubah konstelasi politik dan dapat juga menumbangkan kekuasaan politik.

Gerakan politik ini sulit diterima masyarakat karena mereka mempunyai kepentingan politik kelompok tertentu, dan menempatkan diri sebagai pihak yang selalu benar dan tidak mau disalahkan. Jika seperti itu gerakan politik mahasiswa, ini cenderung tidak memiliki kekuatan memberikan sesuatu yang memang diperlukan rakyat banyak. Gerakan politik mahasiswa adalah gerakan yang dikendalikan kepentingan elite politik. Dengan begitu, gerakan ini adalah gerakan yang tidak independen, gerakan yang terkooptasi instrumen politik tertentu.

Sangat disayangkan jika mengatasnamakan mahasiswa untuk membuat opini mendukung program ini dan program itu. Independensi mahasiswa adalah sikap yang selalu mencari dan mencintai kebenaran. Independensi berarti memilih sesuatu yang dianggap benar dan dapat memberikan solusi untuk memperbaiki kondisi Indonesia yang sedang terpuruk ini.

Seharusnya mahasiswa tidak terjebak dikotomi nasionalis, islamis, dan militer karena pada dasarnya militer-islamis ikut berpartisipasi membangun bangsa ini dilandasi semangat nasionalis. Sebaliknya yang mengklaim diri berpaham nasionalis adalah orang-orang yang beragama yang memiliki hati nurani dan dapat membedakan antara yang baik dan buruk, dalam memperjuangkan bangsa ini mereka tidak lepas dari dukungan para ulama dan militer. Untuk itu opini yang dikeluarkan dengan anti-ini dan anti-itu adalah sebuah pengotakan yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Antara Fenomena Apatisme Mahasiswa dan Partai Masuk Kampus

Tidak perlu detail kita kilas kembali bagaimana ketika pembahasan RUU Pemilu, RUU Parpol dan RUU Pilpres. Secara umum dinilai bahwa infrastruktur Pemilu tersebut sarat dengan kompromi politik sehingga stigma yang muncul bahwa infrastruktur Pemilu tersebut tidak lebih hanya merupakan akal-akalan elit parpol yang kebetulan memperoleh suara yang mayor ketika Pemilu tahun 2004 kemarin.

Sebuah rekayasa besar agar pada Pemilu mendatang Parpol yang berkuasa sekarang bisa kembali meraih sukses seperti pada Pemilu sebelumnya. Pretensinya adalah bahwa Pemilu tidak lain hanya sebagai instrumen untuk mendapat legitimasi dan simpati baru dari rakyat, sehingga makna Pemilu 2009 bukan lagi sebagai alternatif pilihan bagi bangsa sebagai transisi yang menjadi mainstream demokrasi, tetapi Pemilu 2009 tidak lebih hanya sekedar proses “daur ulang politik”. Melihat fenomena tersebut, mahasiswa sebagai garda terdepan dalam mengusung agenda-agenda rakyat harus berani melakukan “kontrak politik”.

Selain itu adanya sikap apatisme terhadap pemilu juga ditunjukkan dengan berkembangnya hedonisme, dengan tatanan moral yang belum siap terhadap pemikiran yang terbuka, para mahasiswa saat ini terjebak dalam hingar-bingar dunia hedon dimana mereka lupa atau bahkan tidak tahu terhadap posisinya sebagai mahasiswa yang seharusnya menjadi pilar demokrasi. Mahasiswa harus memberikan pemikiran dan karyanya untuk mendidik masyarakat dalam berdemokrasi bukan dalam satu mainstream ideologi tertentu. Namun di sisi lain pula budaya hedonisme secara tidak langsung tersebar oleh kehidupan mahasiswa yang serba modern yang sudah secara angin putting beliung menggeser dan memindahkan nilai-nilai gerakan moral dan membuat luntur semangat perjuangan membela rakyat.

Aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa lebih banyak menyoroti tentang buruknya kinerja pemerintah dalam menjalankan pemerintahnya, karena aksi dipandang sebagai ajang penyaluran aspirasi para mahasiswa terhadap kinerja dari kalangan elit pemerintahan. Aksi tersebut dilakukan bukan bertujuan hanya mengungkap sisi negatif dari kalangan elite di pemerintahan saja, namun mahasiswa ingin agar kalangan elite pemerintahan sadar akan kewajiban mereka sebagai wakil raykat. Pada sisi yang lain, apabila fenomena penyaluran aspirasi mahasiswa tersebut dikaitkan dengan pemilu, maka keadaannya seperti dua sisi mata uang logam. Ada mahasiswa yang dengan senang hati datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan suaranya. Sebaliknya ada juga sebagian mahasiswa memilih bersikap apatis terhadap pemilu.

Di salah satu sisi, suatu golongan/kelompok tertentu sedang asyik-asyiknya mengkader mahasiswa untuk membangun Indonesia dalam ideologi partai tertentu. Pada dasarnya pola mereka berjuang merekrut kadernya adalah mendekati kampu-kampus karena kaum muda ini yang mampu menggerakan perjuangan dan pembangunan atas bangsa kita ini sehingga baerbagai politik praktis pun diterapkan salah satunya memasuki lingkungan akademis yang seharusnya bebas dari politik praktis.

Pada akhirnya, kekuatan mahasiswa yang sangat besar hendaknya jangan mudah dipolitisasi. Ditunggangi oleh suatu kepentingan tertentu. Mahasiswa kini cenderung pragmatis. Aksi mahasiswa sebagai gerakan moral semakin diragukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar